Suatu
saat ada Wajib Pajak (WP) tergopoh-gopoh datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
dengan muka sedih bercampur marah. Selama ini dia merasa sudah merasa benar
melakukan kewajiban pajaknya, tetapi ada sebuah surat bernama Surat Tagihan
Pajak (STP) mampir ke rumahnya. Surat itu mengatakan kalau dia harus bayar tagihan
pajak sekian ribu rupiah. Dia kemudian diterima Account Representative (AR) dan
bercerita tentang kasus yang dialaminya. Panjang lebar cerita yang disampaikan
dan AR menyimak dengan seksama. Ternyata oh ternyata dia terlambat menyampaikan
SPT PPh Orang Pribadi karena memang tidak tahu kapan batas waktu penyampaian
SPT sehingga oleh KPP dikenakan sanksi berupa denda. Kasus semacam ini ternyata
sangat lazim dijumpai di seluruh KPP di Indonesia. Akibat ketidaktahuan
terhadap sesuatu harus dibayar dengan mengeluarkan biaya dan tentunya tenaga
ekstra untuk membayar biaya tersebut.
Nah agar kita tidak mengalami kasus
seperti ini nanti kami sampaikan batas waktu pembayaran, penyetoran, dan
pelaporan pajak. Adapun dasarnya adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor
184/PMK.03/2007 tentang PENENTUAN TANGGAL JATUH
TEMPO PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK, PENENTUAN TEMPAT PEMBAYARAN PAJAK, DAN
TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PAJAK, SERTA TATA CARA
PENGANGSURAN DAN PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK sebagaimana telah dirubah
dan disempurnakan dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010.
Di PMK ini menggunakan kata-kata
pembayaran dan penyetoran. Sekilas memang artinya sama. Dan esensinya pun sama
yaitu sama-sama mengeluarkan uang untuk pajak. Di PMK tidak dijelaskan apa beda
dari kedua kata tersebut. Menurut penafsiran kami kata “pembayaran” digunakan
untuk pengeluarkan uang pajak dari kantong sendiri. Kata ini digunakan untuk
jenis pajak PPh Pasal 25 dan PPh Pasal 15 yang dibayar sendiri. Sementara kata “penyetoran”
digunakan untuk pengeluaran uang pajak hasil pemotongan atau pemungutan dari
pihak lain. Misalkan kita sebagai pemberi kerja yang membayar gaji kepada
karyawan. Ketika kita sudah memotong PPh atas gaji tersebut kita wajib “menyetorkan”
bukan “membayarkan” ke kas negara. Kata “penyetoran” ini digunakan untuk jenis
pajak selain PPh Pasal 25 dan PPh pasal 15 yang dibayar sendiri.
DIMANA KITA
BISA MEMBAYAR PAJAK ?
Di masyarakat sering
kita dengar kalau mau bayar pajak ya ke kantor pajak. Bahkan media pun kadang latah
ikut melakukan pemberitaan seperti itu yang yang sebenarnya sangat menyesatkan
masyarakat umum. Sekedar meluruskan hal tersebut bahwa seluruh pembayaran atau
penyetoran pajak dilakukan di kantor pos atau bank persepsi atau bank yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan, bukan ke Kantor Pelayanan Pajak. Sangat banyak
kita jumpai bank persepsi baik di kota besar maupun kota-kota kecil di
Indonesia. Direktorat Jenderal Pajak tidak diperbolehkan menerima setoran pajak
dari Wajib Pajak.
Pembayaran dan
penyetoran pajak harus dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana
administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak (SSP). SSP atau sarana administrasi lain sebagaimana
dimaksud berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh
pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang atau apabila telah
mendapatkan validasi. SSP atau sarana administrasi lain sebagaimana dimaksud dianggap
sah apabila telah divalidasi dengan
Nomor Transaksi Penerimaan Pajak (NTPN).
DIMANA KITA MELAPORKAN
PAJAK?
Wajib Pajak
Orang Pribadi atau Badan, baik yang melakukan pembayaran pajak tersendiri
maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong/Pemungut PPh atau Pemungut PPN, wajib
menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat
Wajib Pajak terdaftar.
Setelah
membayar pajak kita masih memiliki kewajiban yaitu melaporkan pajak tersebut. Wajib
Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak tersendiri
maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut PPh atau Pemungut PPN wajib
menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) ke KPP terdaftar. SPT sendiri ada yang
berupa SPT Masa dan SPT Tahunan. Semua formulir perpajakan baik SSP maupun SPT
bisa kita dapatkan di KPP atau KP2KP terdekat secara gratis.
BATAS WAKTU PEMBAYARAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK
Agar memudahkan kita kapan harus membayar atau menyetor, dan melaporkan pajak, berikut kami susun matriksnya.
SPT
TAHUNAN
NO.
|
JENIS PAJAK
|
BATAS WAKTU
|
|
PEMBAYARAN/PENYETORAN
|
PELAPORAN SPT
|
||
1
|
SPT PPh
Orang Pribadi
|
Sebelum SPT disampaikan
|
3 bulan
setelah berakhirnya tahun pajak
|
2
|
SPT PPh
Badan
|
4 bulan
setelah berakhirnya tahun pajak
|
SPT
MASA
NO.
|
JENIS PAJAK
|
BATAS WAKTU
|
|
PEMBAYARAN/PENYETORAN
|
PELAPORAN SPT
|
||
1
|
PPh Pasal 4
ayat (2) yang dipotong oleh Pemotong
|
Tanggal 10
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir
|
20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak
berakhir. |
2
|
PPh Pasal 15
yang dipotong oleh Pemotong
|
||
3
|
PPh Pasal
21 yang dipotong oleh Pemotong
|
||
4
|
PPh Pasal
23/26 yang dipotong oleh Pemotong
|
||
5
|
PPh Pasal
22 atas penyerahan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada penyalur/agen
atau industri yang dipungut oleh Wajib Pajak badan yang bergerak dalam bidang
produksi bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
|
||
6
|
PPh Pasal
22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan tertentu sebagai
Pemungut Pajak |
||
7
|
PPh Pasal
25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu
Surat Pemberitahuan Masa,
|
Pada akhir
Masa Pajak terakhir.
|
|
8
|
Pembayaran
masa selain PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3b) Undang-Undang KUP yang melaporkan beberapa
masa pajak dalam satu Surat Pemberitahuan Masa,
|
Sesuai
dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak.
|
|
9
|
PPh Pasal 4
ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh WP
|
Tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir
|
|
10
|
PPh Pasal
15 yang harus dibayar sendiri
|
||
11
|
PPh Pasal
25
|
||
12
|
PPN yang
terutang atas kegiatan membangun sendiri
|
Akhir bulan berikutnya setelah Masa
Pajak berakhir.
|
|
13
|
PPN yang
terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dan/atau Jasa Kena
Pajak dari luar Daerah Pabean
|
||
14
|
PPN atau
PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut PPN selain Bendahara
Pemerintah
|
||
15
|
PPN atau
PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran sebagai
Pemungut PPN |
Tanggal 7
(tujuh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak
berakhir. |
|
16
|
PPN atau
PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu Masa Pajak
|
Akhir bulan
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa
PPN disampaikan
|
|
17
|
PPh Pasal
22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor
|
Bersamaan
dengan saat pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau
dibebaskan, PPh Pasal 22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor harus dilunasi
pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor
|
-
|
18
|
PPh Pasal
22, PPN atau PPN dan PPnBM atas impor yang dipungut oleh Direktorat Jenderal
Bea
dan Cukai |
Harus
disetor dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan
pemungutan pajak.
|
Pada hari kerja terakhir minggu
berikutnya.
|
19
|
PPh Pasal
22 yang dipungut oleh bendahara
|
Harus
disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan
barang yang dibiayai dari belanja Negara atau
belanja Daerah, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama
rekanan dan
ditandatangani oleh bendahara. |
14 (empat belas) hari setelah Masa Pajak
berakhir
|
20
|
PPN atau
PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pejabat Penandatangan Surat
Perintah Membayar sebagai Pemungut PPN |
Pada hari
yang sama dengan pelaksanaan pembayaran kepada Pengusaha Kena Pajak Rekanan
Pemerintah melalui Kantor Pelayanan
Perbendaharaan Negara.
|
-
|
Bagaimana jika tanggal jatuh tempo tersebut bertepatan
dengan hari libur? Dalam Pasal 3 Ayat (1) Permenkeu No.184/PMK.03/2007,disebutkan
: “Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan
dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran atau
penyetoran pajak dapat dilakukan padahari kerja berikutnya. Hari libur nasional sebagaimana
dimaksud termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang
ditetapkan oleh Pemerintah dan cuti bersama secara nasional.”
Lalu bagaimana jika batas akhir pelaporan tersebut
bertepatan dengan hari libur? Dalam Pasal 8 Ayat (2) Permenkeu
No.184/PMK.03/2007,disebutkan “Dalam hal batas akhir pelaporan bertepatan
dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pelaporan dapat
dilakukan pada hari kerja berikutnya. Hari libur nasional sebagaimana dimaksud termasuk
hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh
Pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.
Demikian mudah-mudahan bermanfaat dan yang penting jangan
sampai kita tidak mengetahui ataupun lalai dalam membayar ataupun melaporkan
pajak sehingga nantinya akan merugikan diri sendiri.
Ribet...
BalasHapusNgapain bayar pajak kalau yg ga bayar pajak juga menikmati hak yang sama sebagai warga negara.